Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI AIRMADIDI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Arm 1.YUDHA TEJAKUSUMAH
2.RIKE NOVITA
KEPALA KEPOLISIAN RESORT MINAHASA UTARA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 09 Feb. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Arm
Tanggal Surat Rabu, 09 Feb. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1YUDHA TEJAKUSUMAH
2RIKE NOVITA
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESORT MINAHASA UTARA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Tindakan upaya paksa seperti Penyidikan,penetapan tersangka, penangkapan penggeledahan, penyitaan, Pengeledahan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang- undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamza (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Disamping itu praperadilan sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan Penyidikan, penetapan tersangka, penangkapan, penggeladahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

 

Sah atau tidaknya penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 77 KUHAP yang berbunyi :

“ Pengadilan negeri berwewenang untu memeriksa dan memutus, sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

 

Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan Ganti kerugian dan atau rehabilitasi, bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

 

“Pasal 77 huruf a Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana ( Lembaran negara RI tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran negara RI nomor 3209 ) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak memaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;”.Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 bahwa penetapan tersangka merupakan bagian dari wewenang praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.

 

Bahwa sebagaimana juga dijelaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 21/PUU-XII/2014 yang amarnya berbunyi ”Frasa “bukti permulaan yang ”, bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka14, 17 dan 21 ayat 1 UU No. 8 tahun 1981 Tentang hukum acara pidana, no. 76 (lembaran negara RI tahun 1981, no 76, tambahan lembaran negara RI no 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan yang ”,bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 UU RI No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana”

 

FAKTA- FAKTA HUKUM

 

Bahwa Pemohon I dan II adalah Orang Tua dari anak yang bernama Alan Arthadinata yang saat ini masih berusia 15 tahun dan masih mengenyam pendidikan sebagai siswa di bangku sekolah SMK Negeri 1 Kolongan;

 

Bahwa pada Oktober 2021 Orang Tua dari anak yang bernama Alan Arthadinata kaget dengan kedatangan pihak Kepolisian Resor Minahasa Utara guna memberikan secarik kertas yang isinya adalah Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dengan No : B/94/X/2021/RESKRIM tanggal 14 Oktober 2021 kepada Pemohon selaku Orang Tua dari anak yang bernama Alan Arthadinata padahal sebelumnya kedua Orang Tua dan anak tersebut tidak pernah dimintai keterangan sehubungan tuduhan yang dilaporkan tersebut;

Bahwa pada 27 oktober 2021 Penyidik Kepolisian Resort Minut menetapkan Alan Arthadinata sebagai tersangka dengan Nomor : B/615/X/2021/Res Minut dan Surat Ketetapan Nomor : S-Tap/105/X/2021/Reskrim tanggal 27 Oktober 2021;

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Termohon tidak pernah memeriksa Alan Arthadinata sehubungan dengan masalah yang dituduhkan kepada anak Pemohon namun Pemohon kaget menerima Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kepolisian Resor Minut;

 

Bahwa pada 27 oktober 2021 Termohon menetapkan Alan Arthadinata sebagai tersangka dengan Nomor : B/615/X/2021/Res Minut dan Surat Ketetapan Nomor : S-Tap/105/X/2021/Reskrim tanggal 27 Oktober 2021 tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi sehingga  sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dalam pertimbangannya menyatakan bahwa “Frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang kurangya dua alat bukti sesuai pasal 184 Kuhap disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (absentia) oleh karena itu penetapan tersangka terhadap Alan Arthadinata tidak sah dan bertentangan dengan hukum;

 

Bahwa kemudian Alan Arthadinata dipanggil sebagai saksi pada 22 November 2021 dan dipanggil lagi sebagai Tersangka dengan Nomor Panggilan : S/Pgl/479/XI/2021/Reskrim (Panggilan I)

 

Bahwa sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka14 KUHAP yang berbunyi,” tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai  pelaku tindak pidana.

 

Bahwa frasa “bukti permulaan” dalam pasal 1 angka 14 KUHAP dalam Putusan MK RI Nomor 21/PUU-XII/2014 telah dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP.

 

Bahwa surat    Perintah Penyidikan Nomor : Sp-Sidik/103/X/2021 Reskrim tanggal 11 Oktober 2021 dan Penetapan Tersangka Nomor : S-Tap/105/X/2021/Reskrim, tanggal 27 Oktober 2021, membuktikan bahwa Termohon Pada saat menetapkan   Pemohon menjadi   tersangka   belum   mengantongi   bukti permulaan;

 

Bahwa oleh karena sudah nyata rangkain penyidikan termasuk penetapan tersangka didalamnya yang dilakukan Termohon terhadap diri Pemohon tidak sah, maka pantas apabilah Termohon diperintahkan untuk menghentikan penyidikan dan segera membebaskan Pemohon dari status Tersangka;

 

Berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas sudah seharusnya menurut hukum Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Airmadidi melalui Hakim Tunggal yang memeriksa perkara a quo berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :

 

PRIMAIR

 

Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan rangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan Termohon terhadap diri Pemohon adalah tidak sah;
Menyatakan surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp-Sidik/103/X/2021 Reskrim tanggal 11 Oktober 2021 tentang Penyidikan tindak pidana tentang dugaan Persetubuhan sebagaimana pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 17 tahun 2016 adalah tidak sah.
Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor : S-Tap/105/X/2021/Reskrim, tanggal 27 Oktober 2021 yang dikeluarkan Termohon kepada Alan Arthadinata adalah tidak sah.
Memerintahkan Termohon untuk segera menghentikan tindakan penyidikan yang dilakukan terhadap diri Alan Arthadinata.
Memerintahkan Termohon untuk membebaskan Alan Arthadinata dari Status Tersangka.
Memerintahkan Termohon untuk merehabilitasi nama baik Anak Alan Arthadinata dan memulihkan hak-hak Pemohon baik dalam kedudukan,harkat dan martabatnya.
Membebankan biaya perkara pada Negara.

 

SUBSIDAIR

 

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan yang terhormat Ketua Pengadilan Negeri Airmadidi melalui Hakim Tunggal yang memeriksa, mengadili memberikan putusan terhadap perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran, dan rasa kemanusiaan.

 

Apabila Yang terhormat Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Airmadidi yang memeriksa permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya