Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI AIRMADIDI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2019/PN Arm 1.BOY KALLAWAT
2.JOUDY SANGARI
3.YOUDI DEVIT KABENARAN Alias DAVID
Kepala Kepolisian Resor Minahasa Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 16 Sep. 2019
Klasifikasi Perkara Lain-lain
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2019/PN Arm
Tanggal Surat Senin, 16 Sep. 2019
Nomor Surat 211/2019
Pemohon
NoNama
1BOY KALLAWAT
2JOUDY SANGARI
3YOUDI DEVIT KABENARAN Alias DAVID
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian RI di Jakarta cq Kepala Kepolisian Sulawesi Utara di Manado cq Kepala Kepolisian Resor Minahasa Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. DASAR HUKUM
  1. Bahwa Praperadilan lahir dan terinspirasi dari prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya Hak Habeas Corpus dalam sistem Anglo Saxon yang memberikan jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Ad memberikan hak kepada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil benar-benar sah sesuai dengan ketentuan/hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku maupun hak asasi manusia.
  2. Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 Pasal 28D menyatakan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”.
  3. Keberadaan lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol/pengawasan untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), dan sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila telah dilaksanakan secara keliru atau dengan maksud lain di luar dari yang ditentukan dalam KUHAP, sehingga hak asasi setiap orang (tersangka) terjamin perlindungannya.
  4. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik/Penuntut Umum sudah sesuai dengan Undang-Undang, dan apakah administrasi tindakan penyidikan tersebut telah dilakukan secara lengkap dan cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan adalah menyangkut sah tidaknya tindakan Penyidik atau Penuntut Umum di dalam melakukan Penyidikan atau Penuntutan.
  5. Bahwa apabila kita mencermati pendapat S. Tanusubroto yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
  • Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
  • Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia;
  • Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan, maupun dari sudut finansial Pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
  • Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan;
  • Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu, Indriyanto Seno Adji berpendapat bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan Kepolisian yang melanggar hukum dan merugikan seseorang, di mana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.

  1. Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara jelas dalam konsiderans huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh jiwanya KUHAP, yang berbunyi :
  1. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;
  2. bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu dibidang hukum acara Pidana adalah masyarakat menghayati Hak dan Kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, Keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, Ketertiban serta Kepastian Hukum demi terselenggaranya Negara Hukum sesuai dengan Undang-Undang dasar 1945;
    • ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum, tepatnya pada butir 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :
      • .......Pembangunan yang sedemikian itu dibidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati Hak dan Kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, Keadilan dan Perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

 

  1. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP menyebutkan bahwa :
  1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karna ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.
  2. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang, atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang Praperadilan sebagaimana dimaksud Pasal 77 KUHAP.

Dengan kata lain, Pasal 95 ayat (1) dan (2) KUHAP pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga, melanggar Hak Asasi atau harkat martabat manusia atau merugikan seseorang dalam hal ini adalah Pemohon.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014, kewena- ngan pranata praperadilan juga telah diperluas, yaitu memeriksa dan mengadili mengenai tidak sahnya penetapan tersangka, tidak sahnya penggeledahan dan penyitaan, bahkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa : “setiap tindakan penyidik yang tidak memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga melanggar hak asasi manusia dapat dimintakan perlindungan kepada pranata praperadilan, meskipun hal tersebut dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP”.

Oleh karena itu, Pengadilan cq. Hakim Pemeriksa a quo menurut hukum berwenang memeriksa dan mengadili permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon ini.

 

 

II.       ALASAN PERMOHONAN

  1. Bahwa mendasari substansi pada poin 7 di atas, maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :
  1. Tindakan-tindakan Pro Justitia lain dimaksudkan menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum yang di antaranya berupa perintah penyidikan, penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka;
  2. Perintah penyidikan dan penetapan tersangka menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang;
  3. Dengan adanya perintah penyidikan dan penetapan tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana yang ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang terancam dirampas;
  4. Tindakan Pro Justitia oleh Termohon yang menerbitkan perintah penyidikan dan penetapan tersangka atas diri para Pemohon adalah cacat yuridis dan merupakan pembunuhan karakter yang berdampak tercemarnya nama baik Pemohon.
  1. Bahwa tindakan Termohon yang cacat yuridis sebagaimana yang dimaksud dalam huruf d di atas dibuktikan dengan tindakan Pro Justitia dari Termohon yang telah menetapkan para Pemohon sebagai Tersangka tindak pidana “korupsi” pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015, dengan berdasarkan tindakan Penyelidikan dan Pemeriksaan Fisik  pekerjaan dilakukan Termohon dan Tim Audit BPKP Provinsi Sulawesi Utara pada saat pekerjaan itu masih dalam MASA PEMELIHARAAN, dan belum dilaksanakan Serah Terima Akhir atau Final Hand Over (FHO) terhadap pekerjaan Rehabilitasi Jalan Ruas Marinsow-Tanjung Pulisan.
  2. Bahwa rangkaian tindakan Penyelidikan, Penyidikan dan Penetapan Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana terpadu sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan.
  3. Perintah Penyidikan dan Penetapan Tersangka yang diterbitkan oleh Termohon seharusnya dinilai tidak sah, dengan alasan-alasan sebagai berikut :
  1. Bahwa para Pemohon telah ditetapkan oleh Termohon sebagai Tersangka tindak pidana korupsi Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 berdasarkan rangkaian tindakan penyelidikan sebagai berikut :

a.1.   Laporan Informasi Nomor : R/LI - I/2016/Sat- Reskrim, tanggal 12 Januari 2016;

a.2.   Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/08/I/2016/Reskrim, tanggal 12 Januari 2016;

  1. Bahwa penetapan status selaku tersangka atas diri para Pemohon seharusnya dinilai tidak sah dan dibatalkan sebab didasari oleh rangkaian tindakan Termohon dalam penyelidikan, penyidikan dan perhitungan kerugian negara yang tidak sah dan bertentangan dengan undang-undang, sebab penyelidikan dan pemeriksaan fisik yang memunculkan adanya perhitungan kerugian negara pada pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 ternyata dilakukan oleh Termohon dan Auditor BPKP Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 19-20 April 2016 berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Fisik tertanggal 26 April 2016, padahal saat itu belum dilaksanakan Final Hand Over (FHO) atas pekerjaan tersebut;
  2. Kekurangan atas pekerjaan yang ditemukan dalam Masa Pemeliharaan Pekerjaan sebelum dilaksanakan FHO, seharusnya tidak dapat diperhitungkan sebagai kerugian Negara, sebab jika benar          --quod non-- ada “kekurangan” dalam pekerjaan, maka pemilik pekerjaan (in casu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa Utara) dapat meminta kepada pelaksana/penyedia pekerjaan (in casu PT. Nusantara Sejahtera Bersama) untuk memperbaiki atau melengkapi “kekurangan” yang ditemukan dalam pekerjaan tersebut;

Masa Pemeliharaan adalah masa waktu pembuktian bahwa hasil pekerjaan benar-benar berkualitas baik. Apabila ada kerusakan yang ditemukan dalam masa tersebut, penyedia bertanggungjawab untuk memperbaikinya. Masa pemeliharaan ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak dan dihitung sejak serah terima pertama hasil pekerjaan (Provisional Hand Over) dan berakhir pada saat serah terima akhir hasil pekerjaan (Final Hand Over).

Sehingga menurut hukum, perhitungan kerugian Negara pada saat pekerjaan masih dalam Tahap Pemeliharaan adalah prematur dan masih dalam ranah Hukum Perjanjian (Perdata) antara Pejabat Penandatangan Kontrak (PPK) dengan pihak Penyedia, bukan Hukum Pidana.

  1. Bahwa adapun secara kronologis urut-urutan proses pelaksanaan perjanjian (kontrak) pekerjaan tindak pidana korupsi Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 adalah sebagai berikut :

c.1.   Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor 06/SP.BM/DPU/MINUT/2015 dibuat dan ditandatangani pada tanggal 19 Oktober 2015;

c.2.   Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor : 06/SPMK.BM/ DPU/MINUT/2015 diterbitkan pada tanggal 19 Oktober 2015;

c.3.   Amandemen Kontrak Nomor 06/AMD/DPU-BM-P/MINUT/2015 dibuat dan ditandatangani pada tanggal 20 November 2015;

c.4.   Profisional Hand Over (PHO) Kunjungan 1 dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 2016 berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan (PHO) Nomor : 132/BAPP1-PHO/DPU-BM/MINUT/ 2016 tanggal 06 Januari 2016;

c.5. Profisional Hand Over (PHO) Kunjungan 2 dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2016 berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan (Kunjungan 2) Nomor : 009/BAPP2-PHO/DPU-BM/ MINUT/2016 tanggal 21 Januari 2016;

c.6.   Final Hand Over (FHO) dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2016 berdasarkan Berita Acara Penilaian Pekerjaan Nomor : 127/Pen-FHO/TA.2015/DPU-BM/MINUT/2016 tertanggal 6 Desember 2016 jo. Berita Acara Penyerahan Akhir Pekerjaan Nomor : 127/BA-PAP/TA.2015/DPU-BM/MINUT/2016 tertanggal 6 Desember 2016;

  1. Bahwa akan tetapi ternyata Termohon telah mulai melakukan tindakan Penyelidikan terhitung mulai tanggal 12 Januari 2016, dan Termohon juga melakukan pemeriksaan fisik pekerjaan pada tanggal 19-20 April 2016, padahal saat itu pekerjaan masih dalam Masa Pemeliharaan dan belum dilaksanakan proses Serah Terima Akhir (Final Hand Over, disingkat : FHO), karena FHO atas pekerjaan rehabilitasi ruas Marinsow-Tanjung Pulisan Kec. Likupang Timur Kab. Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 nanti dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2016;
  2. Bahwa di samping itu pula, ada begitu banyak kejanggalan dalam proses Penyelidikan dan Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh Termohon tersebut, karena sesuai penelitian para Pemohon ada begitu banyak surat-surat yang diterbitkan oleh Termohon, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

e.1.   Ada 4 (empat) model/jenis laporan polisi, yaitu :

  • Laporan Informasi Nomor : R / LI – I / 2016 / Sat-Reskrim tanggal 12 Januari 2016;
  • Laporan Polisi Nomor : LP/A–74/VI/2017/Sulut/Res-Minut tanggal 7 Juni 2017;
  • Laporan Polisi Nomor : LP/A–285/VI/2017/Sulut/Res-Minut tanggal 7 Juni 2017;
  • Laporan Polisi Nomor : LP/286/VI/2017/Sulut/Res-Minut tanggal 7 Juni 2017;

e.2.   Ada 1 (satu) surat perintah penyelidikan, yaitu :

  • Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/08/ I / 2016 / Reskrim tanggal 12 Januari 2016;

e.3.   Ada 5 (lima) surat perintah penyidikan, yaitu :

  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/73/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/73.b/IX/2017/ Reskrim tanggal 25 September 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/74/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/286/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/73/IX/2019/ Reskrim tanggal 6 September 2019;

e.4.   Ada 3 (tiga) surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, yaitu :

  • Surat Nomor : SPDP/65/VI/2017/Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Nomor : SPDP/66/VI/2017/Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Nomor : SPDP/65.a/IX/2019/Reskrim tanggal 6 September 2019;

e.5.   Proses penyidikan yang begitu panjang dan penuh ketidakjelasan, karena pernah ada pihak yang disebut sebagai “tersangka” tetapi pada saat dikonfirmasi Termohon membantah hal tersebut dan menyebutkan bahwa tidak ada tersangka;

e.6.   Sehubungan dengan perkembangan hasil pengawasan penyidikan perkara a quo, pihak Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulut, selaku Atasan/Pengawas dari Termohon, dalam Surat Nomor : B/119/IX2017/Dit Reskrimsus tertanggal 11 September 2017, pada pokoknya pernah menyatakan secara eksplisit sebagai berikut :

  1. proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi penyimpangan dana dalam kegiatan rehabilitasi jalan ruas Marinsow-Tanjung Pulisan, penyidik mengabaikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Inpres 1 Tahun 2016”;
  2. tahapan pemenuhan alat bukti termasuk nilai kerugian Negara yang belum valid karena hanya berdasarkan potensi kerugian Negara dari Hasil Audit Investigasi BPKP dan perhitungan Ahli Teknik Sipil yang diperoleh pernyidik dari hasil penyelidikan sebelumnya”;

e.7.   Herannya, secara tiba-tiba Termohon telah menetapkan para Pemohon sebagai Tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/25/VIII/2019/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tertanggal 28 Agustus 2019, padahal dalam perkara a quo tidak pernah lagi pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh Termohon dan atau Tim Audit BPKP Provinsi Sulut atas Pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015, selain dari pemeriksaan fisik yang dilaksanakan pada 19-20 April 2016, di mana saat itu Pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 masih dalam Tahap Pemeliharaan dan belum dilaksanakan Final Hand Over (FHO);

  1. Bahwa oleh karena itu, menurut hukum penetapan para Pemohon, sebagai Tersangka, dalam dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Rehabilitasi Ruas Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 oleh Termohon seharusnya dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar, sebab sangat nyata bahwa penetapan tersangka atas diri para Pemohon didasari pada tindakan-tindakan Penyelidikan dan Penyidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  2. Bahwa tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon, sebagai Tersangka tindak pidana “korupsi” seharusnya dinilai sebagai tindakan mencari-cari kesalahan masyarakat (in casu para Pemohon), sehingga Penetapan Tersangka tersebut seharusnya dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum.
  3. Bahwa sangat jelas Termohon dalam proses penyidikan perkara a quo, tidak memenuhi prinsip-prinsip, sebagai berikut :
  1. TIDAK ADA LEGALITAS, karena tidak dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. TIDAK PROFESIONAL, karena proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan berlarut-larut dan relatif begitu lama sehingga sangat mengganggu bahkan menyiksa batin para Pemohon yang sudah tidak terhitung bolak-balik diperiksa dan atau mengecek  perkembangan proses perkara ini pada Termohon;
  1. Oleh karena itu, sangat jelas bagi Pengadilan bahwa semua rangkaian tindakan Termohon yaitu :

i.1.    melakukan Penyelidikan;

i.2.    bersama Tim Audit BPKP Provinsi Sulut, melakukan pemeriksaan fisik pekerjaan;

i.3.    menerbitkan Perintah Penyidikan; dan

i.4.    melakukan Penetapan Tersangka atas para Pemohon

SEHARUSNYA DIBATALKAN, sebab telah dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan, juga berdasarkan perhitungan kerugian Negara yang tidak valid.

 

 

III.      PETITUM

Berdasarkan atas alasan-alasan di atas, maka PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Airmadidi agar menetapkan Hakim Praperadilan untuk memeriksa serta mengadili dan memutus permohonan Praperadilan ini dengan amar putusan yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :

 

PRIMAIR :

  1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan dari Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Termohon, selaku Penyidik, adalah Penyelidik dan Penyidik yang Beritikad Jahat dan Melanggar Hukum Acara Pidana;
  3. Menyatakan semua proses Penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon atas Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015  berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/08/ I / 2016 / Reskrim tanggal 12 Januari 2016, adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasar atas Hukum;
  4. Menyatakan rangkaian tindakan Audit Invetigasi dan Pemeriksaan Fisik atas Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara yang dilakukan oleh Termohon dan Tim Audit BPKP Provinsi Sulut pada tanggal 19-20 April 2016 sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik tertanggal 26 April 2016 adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasar atas Hukum;
  5. Menyatakan Hasil Audit Invetigasi dan Pemeriksaan Fisik atas Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 yang dilakukan oleh Termohon dan Tim Audit BPKP Provinsi Sulut pada tanggal 19-20 April 2016 sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik tertanggal 26 April 2016 adalah Tidak Sah dan Tidak Berkekuatan Hukum Mengikat;
  6. Menyatakan semua proses Penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon atas Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/08/ I / 2016 / Reskrim tanggal 12 Januari 2016 yang diterbitkan Termohon, adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasar atas Hukum;
  7. Menyatakan semua proses Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon atas Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015, berdasarkan :
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/73/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/73.b/IX/2017/ Reskrim tanggal 25 September 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/74/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;
  • Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/286/VI/2017/ Reskrim tanggal 7 Juni 2017;

yang diterbitkan Termohon, adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasar atas Hukum;

  1. Menyatakan Penetapan Tersangka Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015 atas diri para Pemohon oleh Termohon sesuai Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/25/VIII/2019/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tertanggal 28 Agustus 2019 adalah Tidak Sah dan Tidak Berdasar atas Hukum;
  2. Menghukum dan memerintahkan Termohon untuk menghentikan seluruh proses Penyidikan atas diri para Pemohon sehubungan dengan Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015;
  3. Menghukum dan memerintahkan Termohon untuk mencabut Penetapan Tersangka sesuai Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/25/VIII/2019/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tertanggal 28 Agustus 2019, atas diri para Pemohon;
  4. Menyatakan segala surat-surat Keputusan dan atau Penetapan/ Perintah lainnya yang diterbitkan oleh Termohon dan atau pihak lainnya sehubungan dengan tindakan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap para Pemohon sehubungan dengan Pekerjaan Rehabilitasi Jalan Marinsow-Tanjung Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2015, adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  5. Memulihkan Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum Termohon membayar biaya perkara.

 

SUBSIDAIR :

Atau apabila Pengadilan Negeri Airmadidi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pihak Dipublikasikan Ya