Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI AIRMADIDI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Arm RAHMAT M. MAUDE Kepala Polres Minahasa Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 27 Feb. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Arm
Tanggal Surat Rabu, 26 Feb. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RAHMAT M. MAUDE
Termohon
NoNama
1Kepala Polres Minahasa Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun yang menjadi dasar dan alasan-alasan permohonan Praperadilan terkait Penetapan tersangka tidak sah adalah sebagai berikut :

  1.  DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN;
  1. Bahwa upaya hukum Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak.
  2. Bahwa idealnya tujuan Praperadilan seperti yang termaksud dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) adalah untuk menegakkan hukum (kepastian hukum), keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal.
  3. Bahwa Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna dan untuk menjamin Perlindungan Hak Asasi Manusia seperti yang dimaksudkan dalam Konsiderans menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi Roh KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut :

 

 

 

 

  1. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
  1. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu dibidang hukum acara pidana  adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar  1945.
  1. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan, selain dari pada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti rugi dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa :
  1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karenan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan,
  2. Tuntutan ganti rugi oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan di pengadian negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud Pasal 77.

 

 

 

 

  1. Bahwa berpijak pada maksud poin 4 (empat) diatas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :
  1. Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka;
  2. Bahwa dengan ditetapkanya seseorang menjadi Tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosuder hukum yang benar sebagaimana ditentukan oleh KUHAP, maka nama baik dan hak untuk hidup aman Pemohon telah dirampas;
  3. Bahwa akibat tindakan cacat hukum dari Termohon yang menggunakan kewenangannya secara keliru telah mengakibatkan kerugian moril dan materil.
  1. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang menjadi tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diakuti  dengan prosedur yang benar seperti yang ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-Undangan yang berlaku. Apabila proses tersebut tidak berjalan dengan baik dan benar maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan harus dibatalkan.
  2. Bahwa adapun penemuan hukum yang bisa menjadi acuan dikabulkanya Permohonan Praperadilan ini antara lain :
  1. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Praperadilan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel. Telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.
  2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014

 

 

 

 

 

  1. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Praperadilan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.
  1. Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, dasar hukum yang mendukung Permohonan Praperadilan Pemohon antara lain :
  1. Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945, Bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum;
  2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, MK telah memberi penafsiran konstitusional terhadap bukti permulaan yang cukup yang harus dimaknai dengan 2 alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka. Selain itu, MK telah memperluas objek praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 huruf a KUHAP termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
  3. Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar;
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN;
  1. Fakta-Fakta;
  1. Bahwa Pemohon adalah warga Negara Republik Indonesia yang dijamin kehidupanya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;

 

 

 

 

 

 

      Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 :

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi;

  1. Bahwa Pemohon dan keluarga kecilnya tergolong masyarakat yang kurang mampu, kehidupan mereka hanya bergantung pada penghasilan buruh lepas harian;
  2. Bahwa begitupun kedudukan Pemohon dalam bermasyarakat, kehidupan mereka sering disepelekan dalam pergaulan sosialnya, sebab kita ketahui bersama fenomena sosial dalam bermasyarakat simiskin yang lemah selalu tertindas oleh yang kaya dan punya fasilitas;
  3. Bahwa berbanding terbalik dengan kedudukan Termohon yang hidup berkecukupan lewat gaji sebagai anggota Kepolisian Polres Minut, hidup berkecukupan, punya kekuasaan dan atau wewenang, dihormati masyarakat dan yang pasti punya senjata. Pertanyaan batin Kami, siapa yang bisa mengkriminalisasi jika dalam posisi demikian ?

 

 

Hakim yang Kami hormati;

 

  1. Bahwa pada bulan Desember tanggal 21 Tahun 2019 sekitar pukul 11:00 Wita, Orang Tua/Keluarga Pemohon mendapat informasi dari Pimpinan tempat Pemohon bekerja di Gorontalo dengan cara menyampaikan “datang lia akang pa Rahmat karna polisi so tangkap” (tolong datang karena rahmat telah ditangkap polisi). bahwa Pemohon ditangkap oleh  oknum anggota kepolisian Polres Minahasa Utara di Gorontalo tempat Pemohon bekerja;
  2. Bahwa Pemohon tiba di kantor Kepolisian Resor Minahasa Utara di Perkirakan pada subuh tepatnya pada tanggal 22 Desember 2019;
  3. Bahwa kemudian saksi orang Tua Pemohon pada hari minggu, tanggal  22 desember 2019, sekitar pukul 7.30 tiba di Polres Minut;
  4. Bahwa orang Tua Pemohon sempat melihat Pemohon berada di ruangan pemerikasaan, karena Penasaran orang tua Pemohon ingin mengetahui

 

 

 

 

 

 

kondisi Pemohon tapi sayangnya Oknum Anggota Polres Minut tidak mengijinkan orang Tua Pemohon  masuk kedalam ruang pemeriksaan;

  1. Bahwa perjuangan orang tua Pemohon agar bisa dekat mengetahui kondisi anaknya/Pemohon yang dia sanyangi, berusaha berada pada posisi yang
  2. dekat dengan Pemohon, meskipun hanya di luar ruangan. Betapa terkejutnya orang tua Pemohon, Ketika mendengar jeritan permintaan tolong Pemohon di dalam ruangan Pemeriksaan, Pemohon menjerit kesakitan, sehingga orang tua Pemohon yang berada di luar ruangan sambil menangis tidak tegah mendengar jeritan anaknya yang ada didalam ruangan. orang Tua Pemohon berteriak “lebih baik satu kali kase mati jo pa dia, dari pada  ngoni mo siksa kasiang pa dia”. Jeritan dan teriakan tersebut dengan waktu yang lama sekitar 08:30-17:00 wita terus di dengarkan oleh orang tua Pemohon;
  3. Bahwa keesokan harinya tepatnya pada hari senin tanggal 23 desember 2019, disaat orang tua Pemohon kembali melihat anaknya/Pemohon sekitar Pukul 08:00 kembali mendengar Jeritan dan teriakan anaknya/Pemohon hingga pukul 13:00 wita masih dalam ingatan orang tua Pemohon. Pemohon berteriak iya saya yang membunuh;
  4. Bahwa  ketika jeritan minta tolong dari dalam ruangan pemeriksaan terhenti.  pada  pukul 14:00 orang tua Pemohon barulah di ijinkan bertemu dengan Pemohon;
  5. Bahwa dalam pertemuan tersebut, orang tua Pemohon karena mendengar terikan pengakuan dari pemohon, maka orang tua Pemohon langsung bertanya kepada Pemohon, Tanya orang tua Pemohon apakah benar Pemohon telah melakukan Pembunuhan tersebut? Jawab Pemohon, tidak mama.  Kembali orang tua Pemohon bertanya “kenapa kamu mengakui kalau kamu yang membunuh?” jawab Pemohon “kita so rasa siksa mama, dan dari pada mama nanti mo lia pa kita di dalam peti, lebih baik kita mengaku, walupun kita nda berbuat”. Mendengar jawaban anaknya?, pada saat itu orang tua Pemohon hanya bisa menangis dan Berdoa “semogah TUHAN menjaga dan melindungi anakKu. Amin”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. TENTANG HUKUMNYA;

 

 

B.1.   Keputusan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak sah karena tidak didasarkan pada maksud Konstitusi Republik Indonesia dan aturan yang diperintahkan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),  yakni :

 

  1. Bahwa dalam proses Penyelidikan guna untuk menemukan unsur-unsur pidana tidak terbukti! Pertanyaannya apakah kita harus masuk pada wilayah Penyidikan guna menemukan Permulaan bukti yang cukup? Secara terang benderang Penyelidik dan Penyidik Polres Minahasa Utara hanya bersandar pada laporan kepolisian dengan Pengakuan yang diduga ada Paksaan sampai dengan pemukulan. Hemat Pemohon, tindakan menangkap, menahan dan menganiaya yang di duga dilakukan oleh Oknum Kepolisian Polres Minut adalah merupakan bentuk diskresi yang keliru dan tidak terpuji dan tegas menyalahi hukum acara pidana;
  2. Tindakan kesewenang-wenangan dari pihak Polres Minahasa utara jelas dan tegas bertentangan dengan maksud Konstitusi dan aturan Perundang-Undangan, antara lain :
  • Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 :

    Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi;

  • Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) terkait proses penetapan tersangka atas dasar bukti permulaan yang cukup;
  • Pasal 1 angka 11 jo Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka;
  • Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di

 

 

 

 

 

 

 

 

Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa :

 

  1. Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan 

 

memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.

  1. Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.

 

  • Pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri (PP 2/2003) jo Pasal 10 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia (Perkap KEPP).

 

 

 

B.2.  PENETAPAN STATUS TERSANGKA OLEH TERMOHON KEPADA PEMOHON MERUPAKAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG (KEWENANGAN YANG KELIRU) DAN MASIH MENGUNAKAN SYSTEM ATAU METODE “KUNO”

 

  1. Bahwa idealnya kewenangan dari Termohon wajib bersandar pada perintah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang secara eksplisit mengharuskan proses pemanggilan, proses penyelidikan, penyidikan dan penahanan yang kesemuanya itu harus diikuti dengan penerbitan surat-surat pemanggilan dan pemberitahuan yang sah. Dalam penanganan dugaan tindak pidana in casu semuanya tidak dilakukan oleh Termohon;
  2. Bahwa dalam Landasan asas atau Prinsip-prinsip dalam KUHAP, diartikan sebagai patokan hukum yang melandasi KUHAP dalam penerapan penagakan hukum. Asas-asas atau prinsip inilah tonggak pedoman bagi istansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.
  3. M. Yahya Harahap dalam bukunya tentang Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Terkhusus bab 4 “Prinsip-prinsip KUHAP” pada

 

 

 

 

 

 

 

  1. hal. 38 tentang Asas Keseimbangan. Bahwa penegasannya dalam setiap penegakan hukum harus berlandasan prinsip keseimbangan yang serasi antara : Perlindungan teradap harkat dan martabat manusia. Penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenag penegakan hukum, Tidak boleh berorientasi kepada Kekuasaan semata-mata. Dan atau jangan menjadi “alat Kekuasaan”/ instrument of power;
  2. Bahwa faktanya  penetapan status Tersangka terhadap Pemohon mengunakan system atau metode “kuno”, yang sudah ketingalan zaman. Seperti yang sering kita dengar pada periode HIR :
  • TANGKAP SAJA DULU;
  • KEMUDIAN USAHAKAN UNTUK MEMERAS PENGAKUAN DENGAN KEKEJAMAN PENEKANAN FISIK DAN MENTAL;
  • KEMANUSIAAN DAN KEPATUTAN, NANTI SAJA DIPERSOALKAN DI BELAKANG. (M.Yahya Harahap Hal. 39).

 

  1. Bahwa Asas Praduga tak bersalah sesusai rumusan dalam pasal 8 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970, yang berbunyi “Setiap orang yang sudah di sangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka siding Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilanyang menyatakan kesalahannya dan memperoleh  kekuatan hukum tetap”. Tidak diberikan ke pada Pemohon, dan akan Pemohon buktikan dalam agenda Pembuktian;
  2. Bahwa Pemohon tidak merasakan Bahwa konsepsi-konsepsi hukum   sebagai berikut :
  • Konsep non diskriminasi (non discrimination)
  • Konsep Perlindungan hukum yang sama (equal protection)
  • Persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law) yang diakui secara penuh melalui pasal 27 UUD 1945;

 

(Dr. Munir Fuady, S.H., M.H.,LL.M. Sylvia Laura L. Fuady, S.H., MKN. Tentang Hak Asasi Tersanka Pidana)

 

 

 

B.3.   PENETAPAN STATUS TERSANGKA DAN DUGAAN PENGANIAYAAN KEPADA PEMOHON MERUPAKAN BENTUK  KEJAHATAN.

 

  1. Bahwa tidak ada alasan hukum yang bisa membenarkan tindakan Penyelidik dan Penyidik dugaan Perkara Tindak Pidana in casu, kalau

 

 

 

 

 

 

  1. Kepolisian berkilah dengan mengatakan ini adalah merupakan perintah jabatan, pertanyaan kami apakah dalam jabatan anda disuruh melakukan tindakan penangkapan, penahanan dan Penganiayaan jika tidak ada tindak pidana yang tersangka lakukan ?
  2. Bahwa tindakan inprosuderal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena permasalahan ini menyangkut hak asasi seseorang yang hanya Tuhan bisa mencabutnya! Ironisnya, Jika semua penegak hukum masa bodoh dan tidak bertindak maka situasi ini bisa berdampak buruk dan sistemik dalam dunia penegakan hukum khususnya di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

 

 

 

B.4.   PENETAPAN STATUS TERSANGKA OLEH TERMOHON KEPADA PARA PEMOHON MURNI KRIMINALISASI;

 

 

  1. Bahwa berdasarakan argumentasi hukum tersebut diatas tidak ditemukan  adanya unsur-unsur pidana dan bukti permulaan yang cukup dalam proses penyelidikan juga penyidikan dugaan Tindak Pidana in casu, maka oleh karena itu ketika tidak ada tindak pidana dan bukti yang cukup, terasa layak jika Pemohon menyebut bahwa tindakan Termohon merupakan bentuk Kriminalisasi.
  2. Bahwa akibat tindakan kriminalisasi tersebut, Pemohon berencana akan mengangkat masalah in casu ke dunia media cetak nasional;

 

 

Bahwa setelah menelaah dengan seksama, berdasarkan Konstitusi dan maksud KUHAP maka kelihatan dengan jelas Penetapan tersangka cacat hukum formill Maka  berdasarkan uraian permohonan tersebut di atas, demi kepastian hukum yang berkeadilan maka Pemohon meminta sekiranya, Pengadilan Negeri Airmadidi pada tingkat pelaksanaan Praperadilan sudi menyatakan putusan:

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

 

 

 

  1. Menyatakan tidak ditemukan unsur-unsur pidana dan bukti permulaan yang cukup yang bisa menjerat Pemohon sebagai Tersangka, oleh karenanya Penetapan Tersangka kepada Pemohon adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  2. Menyatakan bahwa Termohon telah melakukan penyalahgunaan wewenang;
  3. Menyatakan bahwa Termohon telah melakukan Kejahatan Psikis dan Fisik;
  4. Memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara untuk segera menindak tegas setiap anggota kepolisian yang melakukan tindak Pidana ataupun pelanggaran dalam menyelidiki serta menyidik Perkara dugaan tindak pidana in casu;
  5. Memerintahkan kepada Kompolnas Republik Indonesia untuk segera melakukan langkah hukum terhadap Penyelidik, Penyidik dan oknum-oknum Kepolisian yang dengan sengaja ataupun lalai dalam penanganan perkara tindak pidana in casu;
  6. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengembalikan nama baik Termohon, lewat pemberitaan 3 (tiga) media massa online dan 3 (tiga) media cetak satu minggu berturut-turut;
  7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara praperadilan ini. Atau, apabila Hakim berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Pihak Dipublikasikan Ya